Film dokumenter Under The Moonlight karya sutradara Tonny Trimarsanto berhasil meraih penghargaan Piala Citra untuk kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2024. Penghargaan tersebut diserahkan pada malam puncak FFI ke-44 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu, 20 November 2024.
Film ini mengangkat kisah perjuangan murid transgender di sebuah pondok pesantren di Yogyakarta yang kerap menghadapi penolakan dari masyarakat. "Film ini menceritakan perjuangan teman-teman di pondok pesantren waria di Yogyakarta yang hingga saat ini masih sering mengalami diusir," ujar Tonny seusai menerima Piala Citra.
Rekaman Perjalanan Selama Enam Tahun
Tonny mengungkapkan bahwa proses pembuatan Under The Moonlight memakan waktu enam tahun, dimulai pada 2016 dan selesai pada 2022. Selama proses tersebut, pondok pesantren yang menjadi fokus cerita sempat ditutup pada awal 2017, namun tetap menjadi tempat berlindung bagi sekitar 50 murid transpuan.
“Perjalanan mereka penuh dengan tantangan, terutama karena stigma yang masih kuat di masyarakat. Saya ingin menunjukkan sisi kemanusiaan mereka melalui film ini,” tutur Tonny, yang juga merupakan alumnus Jurusan Komunikasi Massa, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Menurut Wahyu Utami, salah satu juri dokumenter di FFI 2024, Under The Moonlight dipilih sebagai pemenang karena kemampuan Tonny dalam menjalin kedekatan emosional dengan protagonis dan komunitas transpuan yang diangkat dalam film. “Proses pembuatan selama enam tahun menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Tonny berhasil hadir di tengah komunitas ini dan mengangkat narasi minoritas dengan sangat kuat,” ujar Wahyu seperti dikutip Tempo.co.
Film ini mengungguli empat nominasi lainnya, yakni Ibnu Nurwanto - Sang Kayu (Eriliando Erick), Koesroyo: The Last Man Standing (Linda Ochy), Terpejam untuk Melihat (Mahatma Putra), dan The Journey: Angklung Goes to Europe (Maulana S. Syuhada).
Dedikasi untuk Kelompok Minoritas
Under The Moonlight merupakan film kelima Tonny yang mengangkat tema tentang perjuangan kaum transpuan. Sebelumnya, ia telah menghasilkan karya-karya dokumenter seperti Serambi, Renita Renita, Mangga Golek Matang di Pohon, Berjalan ke Barat, Di Ujung Jalan, Doa Terakhir, Sungai, dan Suatu Hari Nanti. Salah satu filmnya, Bulu Mata, juga meraih Piala Citra pada 2017 untuk kategori yang sama.
“Saya yakin persoalan stigma terhadap kelompok minoritas tidak akan selesai dalam waktu singkat. Lewat film ini, saya berharap kita semua bisa mulai membuka hati dan pikiran untuk melihat mereka sebagai manusia yang setara,” kata Tonny.
Penghargaan ini menegaskan posisi Tonny Trimarsanto sebagai salah satu sineas dokumenter terbaik Indonesia yang konsisten menyuarakan isu-isu kemanusiaan.***