Menyusul bergabungnya para dokumenteris Palembang dalam sebuah wadan bernama Sriwijaya Dokumenteris (SriDoc) yang tak lama kemudian mendeklarasikan diri bergabung dengan Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN), para dokumenteris di Ibu Kota Sumatera Selatan tersebut langsung membuat karya film dokumenter pendek. Karea pertama SriDOc berjudul "Surat Dari Palembang". Film ini berhasil menyabet gelar Film Dokumenter Pendek Terbaik pada Musee Indie Film Festival 2019.
Sayangnya, berbagai kegiatan dokumenter yang mulai marak di Palenbang itu seketika terhenti oleh merebaknya Pandemi Covid 19. Beruntung Sekretariat Nasional ADN bersama Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI menginisiasi program Rekam Pandemi yang merekam kehidupan masyarakat di berbagai daerah di Nusantara pada masa Pandemi covid 19 ini. Program ini melibatkan 300 dokumenteris dari Aceh hingga Papua.
Tentu saja para dokumenteris Palembang langsung ambil bagian. Sepuluh anggota ADN Korda Palembang segera bergabung dalam program ini.
Bagi para dokumenteris di Palembang Program Rekam Pandemi ini sangat menggembirakan. Seolah oase di tengah padang gersang, program ini dirasa menyejukkan. Karena selain dapat berkarya, para dokumenteris pun mendapat stimulus dana dari program tersebut,
"Program ini sangat membantu perekonomian keluarga selama masa pandemi ini. Sebab betapa pun kita juga turut terdampak oleh merebaknya wabah Covid 19 ini,” ujar Suko M.Se salah satu dokumenteris yang terlibat Rekam Pandemi.
Di luar itu, ujar Suko, program ini memberi kesempatan bagi para dokumenteris, untuk turut berperan sebagai saksi dan turut "pencatatan" situasi kehidupan dalam sejarah pandemi dunia, khususnya di Palembang.
Secara personal, menurut Hairun Anisyah, peserta lainnya, menyatakan bahwa kegiatan ini menambah wawasan para dokumenteris dan sekaligus membuat semangat berkarya mereka terus menyala.
"Adanya wadah yang menampung karya-karya kami membuat kami tetap bersemangat dan komunikasi kreatif di antara sesam pekerja dokumenter ,enjadi terbangun,” ujar Anisyah.
Ketika program Rekam Pandemi digulirkan pada Mei 2020
yang lalu, kota Palembang sedang memasuki masa Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB). Semua gerak mendapat pembatasan demi pengamanan semua orang dari kemungkinan terjangkiti Covid 19. Tentu saja gerak para dokumenteris menjadi sangat terbatas dan sulit. Namun dengan adanya surat tugas dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI, gerak mereka menjadi lebih leluasa.
"Yang penting kami tetap mematuhi protokol
kesehatan yang ditetapkan Pemerintah dalam melakukan tugas-tugas perekaman," ujar Suko.
Ada beberapa kejadian yang lucu dan menarik yang ditemui oleh para peserta saat memulai program rekam pandemi ini. Ada yang dikira wartawan saat meliput di pasar. Ada juga yang mendadak tegang seusai perekaman sebab ketika syuting pagi hari di pasar suasana tampak normal, namun menjelang siang menjelang, seorang pedagang dijemput tim medis karena ditengarai terpapa covid 19
"Ini membuat saya shock,” ujar Irsanto, dokumenteris Palembang yang lain.
Sebagian besar peserta Rekam Pandemi dari Korda Palembang ini menyatakan harapannya agar program semacam ini tak hanya dilangsungkan di masa pandemi saja. Mereka berharap program ini terus berlajut guna meningkatkan kapabilitas para dokumenteris di daerah dan potensi daerah akan dapat dimunculkan melalui karya-karya dokumenter.
"Perbanyaklah
kegiatan seperti Rekam Pandemi ini. Dari sini potensi daerah yang tak diketahui sebelumnya dapat terungkap ke permukaan," tandas M. Rajab Supriadi yang juga terlibat dalam program ini. []