Mersepons Pandemi Covid-19 yang mengubah berbagai tatanan hidup
masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerjasama
dengan Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN) meluncurkan Program Rekam Pandemi,
yaitu pembuatan film dokumenter mengenai perubahan kondisi sosial yang terjadi
dalam masyarakat Indonesia akibat Pandemi Covid-19. Kegiatan tersebut
dilaksanakan sejak April hingga Juli 2020, melibatkan 300 sineas
dokumenteris di seluruh Indonesia, dari
Aceh hingga Papua.
Sepuluh dokumenteris Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terhimpun
dalam Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN)
Korda NTT turut ambil bagian dalam
program tersebut. Mereka masing-masing membuat film dokumenter pendek
mengangkat delapan tema yang ditetapkan, yakni : Belajar di Rumah, Religi dan
Mitos/Mistis, Lebaran/Coronasiana. Juga Usaha Mandiri, Perubahan Perilaku
Keluarga, Gotong Royong, Kreativitas, dan Isu Lingkungan.
Para dokumenteris NTT yang terlibat tersebut adalah Maria Florencia
Karawayu, Petrus Kembo, Stevanus Natanius Nggai, Fransiskus Venansius Kembo,
Samuel Anawula Tagudedo, Imanuel Tediandri Santiago. Maria Yessi Ade Putri
Kembo, Rezky Brustin Lani, Agus Wibowo, dan Primus Takene.
Menurut Ketua ADN NTT, Pieter Kembo, karya-karya dokumenter yang telah
diproduksi oleh para dokumenteris NTT tersebut sangat bermanfaat karena dapat menggambarkan situasi kehidupan yang terjadi oleh masyarakat
NTT saat Pandemi menyerang.
“Ini sangat menarik. Dari karya-karya itu kita bisa menyaksikan daya-upaya
masyarakat dalam mengatasi persoalan ekonomi sambil menjaga diri agar tak
terpapar wabah corona yang berbahaya itu”, ujarnya.
Pieter kemudian memaparkan pengalaman menarik para dokumenteris NTT dalam produksi ini. Di antaranya melihat dari dekat bagaimana setiap keluarga mengekspresikan kecemasan hidupnya melawan wabah corona dengan cara menghentikan aktifitas umumnya sambil berkreativitas di rumah mereka masing-masing dan berhubungan secara online. Dengan cara itu mereka mempertahankan ekonomi keluarga mereka.
Cerita lain, para dokumenteris menyaksikan langsun betapa di masa-masa awal pandemi ini sana mencekam masyarakat NTT. Itu terlihat ketika mereka mendatangi subyek direkam,banyak yang menolak bertemu karena ketakutan tertular wabah corona.
"Penolakan itu membuat jadwal shooting kami berantakan," terangnya.
Namun, imbuh Pieter, dengan semangat tinggi para dokumenteris NTT masuk keluar lorong-lorong kota hingga ke desa-desa untuk meyakinkan warga bahwa apa yang mereka lakukan akan menjadi masukan bagi negara mengenai apa yang dialami masyarakat di saat pandemi sehingga dengan film-film ini akan menunjang pemerintah untuk mengambil langkah tepat membantu kesulitan masyarakatnya. Juga meyakinkan masyarakat bahwa para dokumenteris menjalankan tugas dengan sangat menaati protokol kesehatan dari Pemerintah.
Cerita lain, para dokumenteris menyaksikan langsun betapa di masa-masa awal pandemi ini sana mencekam masyarakat NTT. Itu terlihat ketika mereka mendatangi subyek direkam,banyak yang menolak bertemu karena ketakutan tertular wabah corona.
"Penolakan itu membuat jadwal shooting kami berantakan," terangnya.
Namun, imbuh Pieter, dengan semangat tinggi para dokumenteris NTT masuk keluar lorong-lorong kota hingga ke desa-desa untuk meyakinkan warga bahwa apa yang mereka lakukan akan menjadi masukan bagi negara mengenai apa yang dialami masyarakat di saat pandemi sehingga dengan film-film ini akan menunjang pemerintah untuk mengambil langkah tepat membantu kesulitan masyarakatnya. Juga meyakinkan masyarakat bahwa para dokumenteris menjalankan tugas dengan sangat menaati protokol kesehatan dari Pemerintah.
"Dengan alasan itu barulah kami dapat jalan keluar untuk pengambilan gambar," ujar Pieter.
Kesulitan lain yang dialami para dokumentersi NTT adalah mengajak warga yang
direkam aktivitasnya untuk mengenakan masker dan menjaga jarak saat berinteraksi. Warga
yang belum terbiasa sering lupa bahkan ada yang keberatan memakai masker saat
pengambilan gambar. Jalan keluarnya, para dokumenteris terpaksa membeli masker untuk persediaan. Begitu ada subyek yang tak mengenakan masker saat pengambvilan gambar, langsung mereka berikan.
Jaringan internet pun sangat menyedihkan. Penyetoran karya mereka ke Panitia di Jakarta selalu mengalami hambatan karena jaringan sering terputus di tengah proses. Mereka kerap harus setia menjaga laptop saat mengirim file video hingga 10 atau 12 jam.
Jaringan internet pun sangat menyedihkan. Penyetoran karya mereka ke Panitia di Jakarta selalu mengalami hambatan karena jaringan sering terputus di tengah proses. Mereka kerap harus setia menjaga laptop saat mengirim file video hingga 10 atau 12 jam.
Pieter sangat berterimakasih kepada Kemendikbud dan ADN yang telah
memberi kesempatan kepada dokumenteris di NTT untuk turut ambil bagian terlibat
sebagai saksi sejarah di saat-saat sulit mengahadapi pandemi covid-19.
“Saya bersyukur, berkat program ini para dokumenteris NTT memperoleh
kesempatan untuk menimba ilmu sekaligus praktik langsung menerapkan bimbingan teknis yang diberikan oleh pendamping
yang disiapkan oleh Seknas ADN,” imbuh Pieter sembari memaparkan bahwa dengan
bekal tersebut mereka merasa sangat optimis karya-karya mereka berikutnya akan
meningkat kualitasnya.
Dalam program ini, sejak pra produksi hingga pasca produksi para
dokumenteris NTT didampingi oleh IGP Wiranegara yang merupakan wakil ADN untuk
mengkoordinasikan produksi di wilayah itu.[] AB